Opini KIBAR: Demokrat Barru di Persimpangan Jalan – Pilih Nafas Keagamaan atau Bela Kader Bermasalah?

Opini KIBAR: Demokrat Barru di Persimpangan Jalan – Pilih Nafas Keagamaan atau Bela Kader Bermasalah?
Oleh: Kesatuan Aktivis Barru (KIBAR) — 6 September 2025
Opini KIBAR: Demokrat Barru di Persimpangan Jalan Ilustrasi: dinamika politik lokal Barru. (Dok. KIBAR)

Polemik kasus amoral HRD, oknum anggota DPRD Barru, bukan lagi sekadar urusan internal parlemen. Ia telah menjadi cermin rapuhnya integritas politik di Barru. Putusan Badan Kehormatan (BK) DPRD Barru pada 6 Agustus 2025 jelas: HRD terbukti melanggar sumpah jabatan dan kode etik, lalu diberhentikan. Namun, drama panjang yang menyusul membuat publik bertanya, siapa sebenarnya yang sedang dilindungi?

Ketua DPRD: Terseret dan Dikorbankan

Ironisnya, dalam pusaran kasus ini, Ketua DPRD Barru justru tampak dikorbankan. Demi menjaga stabilitas DPRD dan solidaritas internal dengan Partai Demokrat, ia menunda paripurna dan bahkan rela menanggung risiko politik.

Langkah itu awalnya terlihat sebagai bentuk kehati-hatian, tetapi belakangan publik mulai menyadari: Ketua DPRD justru dijadikan tameng politik untuk menunda keputusan final. Seolah ia harus mengorbankan nama baik dan marwah lembaga, hanya demi melindungi kepentingan partai yang tak ingin kadernya tersingkir.

Inilah yang paling disayangkan: Ketua DPRD yang seharusnya berdiri di atas semua kepentingan, justru dipaksa masuk ke kubangan politik sempit, hingga dirinya kini ikut terseret dalam badai kepercayaan publik.

Surat Demokrat: Alasan Rapuh, Kesan Melindungi

Beredarnya surat resmi DPC Demokrat Barru yang menolak putusan BK makin memperburuk citra partai. Alasannya rapuh: paripurna dianggap tidak sah, proses BK dianggap cacat administrasi, hingga menuding kurangnya transparansi. Padahal:

  • Paripurna pengumuman BK memang tidak butuh kuorum, karena sifatnya sekadar pengumuman.
  • Proses klarifikasi BK bersifat rahasia, tanpa keharusan melibatkan partai politik.
  • Putusan BK adalah dokumen kolektif dengan tanda tangan seluruh anggota BK, bukan keputusan sepihak.

Dengan demikian, publik menilai surat Demokrat bukan pembelaan berdasarkan hukum, melainkan alasan politis untuk melindungi kader bermasalah.

Barru Adalah Tanah Religius

Barru dikenal sebagai tanah religius, dengan nafas keagamaan yang hidup dalam denyut keseharian rakyatnya. Kursi DPRD adalah kursi kehormatan, bukan tempat bagi pelaku amoral. Bagaimana mungkin Demokrat Barru masih menimbang untuk melindungi kader yang jelas-jelas melanggar moral dan etika?

Ini adalah persimpangan jalan bagi Demokrat Barru: apakah akan memilih menjaga marwah agama dan rakyat, atau terus mengorbankan Ketua DPRD dan lembaganya demi membela satu kader bermasalah?

Kesimpulan

Kesatuan Aktivis Barru menegaskan: rakyat Barru tidak akan pernah diam. Nafas keagamaan yang telah menjadi fondasi Barru harus dijunjung tinggi. Tidak ada kompromi bagi pelaku amoral untuk tetap duduk di kursi kehormatan.

Ketua DPRD yang kini terseret seolah menjadi korban politik internal adalah peringatan keras: jangan jadikan solidaritas partai sebagai alasan untuk melanggar moralitas rakyat.

Demokrat Barru harus memilih: bersama rakyat menjaga moralitas, atau tercatat dalam sejarah sebagai partai yang mengorbankan Ketua DPRD demi melindungi kader bermasalah.

Oleh: Kesatuan Aktivis Barru (KIBAR)

Posting Komentar untuk "Opini KIBAR: Demokrat Barru di Persimpangan Jalan – Pilih Nafas Keagamaan atau Bela Kader Bermasalah?"